SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

Selasa, 14 Oktober 2014

Dilema Kampung Tua di Batam

Sejumlah tokoh masyarakat Kampung Tua di Kota Batam, Kepulauan Riau, khawatir atas masa depan kampung itu. Betapa tidak risau, karena luas wilayah kampung tradisional tersebut saban waktu terus saja menyusut. Kampung Tua yang semula tersebar pada 36 titik di Kota Batam, sekarang hanya tersisa 32 titik. 


Kampung Tua di Batam, merupakan pemukiman tradisional masyarakat Melayu yang usia huniannya ditaksir sekitar 180-an tahun. Konon menurut masyarakat, nenek moyang mereka yang bermukim di Kampung Tua inilah yang diyakini sebagai peneruka awal tanah Pulau Batam, sebelum berkembang seperti sekarang. 

Kampung-kampung tua di Batam itu antara lain, Kampung Melayu, Nongsa Pantai, Tanjung Uma, Bengkong Laut, Tanjung Piayu, Tanjung Riau dan lain-lain. Di kampung-kampung tua ini sampai sekarang masih terjalin kekerabatan yang begitu kental antara sesama masyarakat, bercorak khas dengan nuansa tradisi masing-masing.

Kekhawatiran para tetua Kampung Tua ini, memang layak diapresiasi dan harus jadi perhatian serius. Menyusutnya wilayah Kampung Tua karena tergerus kepentingan bisnis, jelas sebuah pengorbanan besar yang nilainya tidak bisa ditakar dengan uang. Nilai jual lahan yang semakin menggiurkan, malah membuat kampung-kampung tua di Batam kian terdesak.

Jika benar menyusutnya wilayah Kampung Tua karena kepentingan bisnis dan tanpa koordinasi dengan para tetua kampung itu, maka ini memang pantas disesalkan. Seyogianya keberadaan Kampung Tua di Batam ini tetap dipertahankan. Sebab, inilah jejak sejarah para penghuni awal sebuah kawasan yang bernama Pulau Batam. Penghilangan jejak sejarah secara sistematis karena kepentingan bisnis, jelas tindakan sembrono yang harus segera dihentikan.

Oleh karena itu, pihak Badan Pengusahaan (BP) Batam yang punya otoritas mutlak atas peruntukan lahan di wilayah ini diingatkan agar tidak semata-mata berpegang pada sisi komersial. Jangan korbankan jejak budaya, tradisi dan hak-hak masyarakat hanya karena kepentingan bisnis.  

Tergusurnya masyarakat tempatan, hilangnya kampung-kampung tua di sejumlah kota besar di Tanah Air karena desakan kepentingan bisnis dan komersial akhir-akhir ini, harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak di sini. Penghilangan kampung-kampung tua secara sengaja, tentu lah termasuk pengingkaran sejarah. Karena itu, jangan sekali-kali ingkari sejarah masyarakat adat dan warga tempatan.

Keseriusan Pemko Batam dalam melestarikan Kampung Tua, layak didukung semua pihak. Hanya saja, wujud pelestariannya bukan semata dengan pembangunan gerbang, tapal batas, tugu, gapura atau monumen. Mendukung masyarakat untuk mempertahankan, menjalankan dan mengembangkan budaya, adat, seni dan beragam kreatifitas yang meng-akar dengan tradisi mereka, juga termasuk langkah bijak.    

Lebih baik terlambat sadar dari pada tidak sadar sama sekali. Karena itu, mumpung masih ada waktu, marilah kita lestarikan keberadaan Kampung Tua sehingga bisa menjadi salah satu icon Batam. Bernostalgia dengan kejayaan dan kekhasan tradisi di Kampung Tua, bukan berarti mundur ke masa lalu. 

Tradisi unik kampung-kampung tua di Batam, justru bisa menjadi aset wisata dan layak "dijual" ke wisatawan. Akan tetapi, semua tradisi itu tentu harus dikemas dengan apik dan menarik dikaitkan dengan kondisi kekinian.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar